Herucoroko Sangkan Paran

Ungkapan yang sangat umum menggambarkan pandangan hidup orang Jawa adalah " SANGKAN PARANING DUMADI " (dari mana dan mau ke mana kita). Bagi orang Jawa hidup di dunia ini harus memahami dari mana ' asal , akan ke mana 'tujuan' dan 'akhir' perjalanan hidupnya dengan benar kassampuraning dumadi (kesempurnaan tujuan hakikat) dianggap " WIKAN SANGKAN ING PARAN ". Masyarakat Jawa mengartikan kata 'Jawa' bermakna 'mengerti' atau paham. Oleh karena itu, di dalam keseharian sering terdengar masyarakat Jawa melontarkan ungkapan seperti: 'durung jawa' (belum paham), 'wis jawa' (sudah paham), atau 'wis ora jawa' (berubah sombong atau atau buruk karena menjadi kaya -OKB- menjadi punya jabatan, menjadi punya pangkat, dll).

19 Desember 2007

Datang dan Temuilah " DIA " Seorang Diri

Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridai-Nya. Maka masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku ”. ( QS. Al Fajr 27- 30 )

Terlepas boleh atau tidak, suka atau tidak saya hanya mencoba memaknai ayat tersebut dalam kaca mata dan persepsi DIRI saya pribadi. Dan, saya bukanlah seorang ahli Tafsir yang perlu anda ikuti tentang pemahaman berkenaan dengan ayat di atas. Saya mencoba mengkaitkan ayat di atas dengan ayat yang lain yang terjemahannya kurang lebih " Matilah kamu dalam keadaan Islam ". Adakah korelasinya antara " Jiwa yang tenang dengan Islam...???". Secara pribadi saya yang sangat awam dalam beragama ini mencoba menelisik kaitan dua ayat tersebut sangatlah erat dan saling mengkait. Hal ini didasarkan pada pemahaman akan makna ISLAM yang saya pahami BUKANLAH sebuah Nama Agama, tetapi sebuah Kepribadian dan Budi Pekerti luhur yang dilandasi oleh Sikap yang " Pasrah, Ikhlas, dan Ridhlo " hanya semata-mata Lillahi Ta'ala ( Inna sholati, wa nusuki, wa mahyaaya, wama mati hanya untuk Tuhan ). Jika seseorang dalam beraksi, berbuat dan bertindak dalam kehidupan ini atas dasar ISLAM ( pasrah, ikhlas dan ridhlo ) secara otomatis orang tersebut sesungguhnya telah berada dalam kondisi pencapaian derajad BATINIAH / NURANIAH yang tertinggi. Dan, saat itulah orang tersebut yang tanpa disadarinya tengah berada pada puncak " KETENANGAN JIWA " dalam Dirinya.
Apakah Ketenangan Jiwa seseorang hanya dimiliki oleh orang-orang yang memeluk Agama dengan nama tertentu...??. He..he..rasanya kok ya tidak sih...Kenapa..?? Agama apapun Label Formalitasnya ( namanya ), pada dasarnya adalah merupakan S.O.P ( Standart Operasional Prosedur ) bagi seseorang untuk mengaplikasikan aksi, tindakan dan perbuatan dalam kehidupan ini yang golnya adalah untuk KEBAIKAN dan KEBAJIKAN buat sesama makhluk dan Alam Semesta ini. Maka hal ini sangatlah KLOP dengan fungsi dan tujuan Tuhan menjadikan manusia sebagai " KHALIFAH " di Jagad Raya yang telah digelar Tuhan sebagai wahana hidup bagi manusia berdasarkan " KODRAD dan IRODAD " Tuhan.

Dari pemahaman saya yang dangkal dan awam dalam beragama ini, saya mencoba mengaitkan pemahaman saya di atas dengan menukilkan pesan Orang bijak seperti dibawah ini :

" Hendaklah Engkau BEKERJA tanpa melihat pekerjaan itu "

" Hendaklah Engkau BERAMAL/BERSEDEKAH tanpa

memandang SEDEKAH itu "

Ketika Engkau melihat AMAL PERBUATANMU walau BAIK sekalipun tak layak bagi-NYA, maka JANGANLAH Engkau masuk kepada-NYA dengan semuanya itu....terlebih bila Engkau mengharap PAHALA dan SORGA-NYA.

Sesungguhnya kalau Engkau datang kepada-NYA berbekal AMAL PERBUATANMU, maka akan DIA sambut kedatanganmu dengan PENAGIHAN dan PERHITUNGAN-PERHITUNGAN.

Dan kalau Engkau mendatangi-NYA dengan ILMU PENGETAHUANMU, maka akan DIA sambut dengan TUNTUTAN....

Dan kalau Engkau mendatangi-NYA dengan MA'RIFAT( pengenalan ), maka sambutan-NYA adalah HUJAT

" Hendaklah Engkau lepaskan ILMU PENGETAHUANMU, AMAL PERBUATANMU, MA'RIFATMU, SIFATMU, NAMAMU dan dari SEGALA yang NYATA ( EGO DAN ke AKUANMU )... karena dari semua YANG NYATA di Dunia ini adalah berasal dari CIPTAAN-NYA.

Supaya dengan demikian Engkau bisa bertemu dengan-NYA seorang diri ".
Jika Engkau masuk kepada-NYA dengan berbekal KENYATAAN dan ke AKUAN, maka TIADALAH KEBAIKAN dari padamu.

Temuilah DIA dengan KESENDIRIAN....
sekali atau dua kali sehabis menyelesaikan IBADAHMU, niscaya kan DIA jaga SIANG dan MALAMMU, DIA jaga HATIMU, URUSANMU... juga KEMAUAN KERASMU.

Serahkanlah kembali tentang catatan AMAL BAIKMU, catatan ILMU PENGETAHUANMU , NAMAMU, SIFATMU dan MA'RIFATMU...hanya kepada-NYA tanpa PENGAKUAN dan ke AKUAN .....

Kelak DIA kan BUAHKAN dengan KEBERKATAN dan DIA akan LEBIH-LEBIHKAN KEMURAHAN-NYA.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

sarujuk malih pakde. tidaklah diturunkan seorang nabi, kecuali untuk memperbaiki akhlak / budi pekerti. meski Muhammad mengajarkan prosedur yang dikenal dengan syariat, perlu diakui dengan jujut bahwa beliau mendapat pencerahan melalui prosedur yang disebut agama Ibrahim, bukan lewat jalur yang muncul setelah kenabiannya. jelaslah bahwa semua nabi membawa Islam. mungkin itu yang dimaksud orang Jawa sebagi ngelmu selamet, salamun, aslamah, islam... mbokmenawi... saget ugi... kinten-kinten... lha mboten mangertos... he he he :D