Herucoroko Sangkan Paran

Ungkapan yang sangat umum menggambarkan pandangan hidup orang Jawa adalah " SANGKAN PARANING DUMADI " (dari mana dan mau ke mana kita). Bagi orang Jawa hidup di dunia ini harus memahami dari mana ' asal , akan ke mana 'tujuan' dan 'akhir' perjalanan hidupnya dengan benar kassampuraning dumadi (kesempurnaan tujuan hakikat) dianggap " WIKAN SANGKAN ING PARAN ". Masyarakat Jawa mengartikan kata 'Jawa' bermakna 'mengerti' atau paham. Oleh karena itu, di dalam keseharian sering terdengar masyarakat Jawa melontarkan ungkapan seperti: 'durung jawa' (belum paham), 'wis jawa' (sudah paham), atau 'wis ora jawa' (berubah sombong atau atau buruk karena menjadi kaya -OKB- menjadi punya jabatan, menjadi punya pangkat, dll).

27 November 2007

AKU YANG TAK BERDAYA


Kemarin lusa pada hari Kamis, 22 Nopember 2007 tiba-tiba saja aku mengalami suatu kejadian yang sama sekali belum pernah aku alami seumur hidupku. Sepulang dari kerja seperti biasanya aku selalu pulang agak lambat hanya untuk menghindari kesemrawutan dan kemacetan kendaraan di jalanan yang merupakan satu-satunya jalan menuju pulang ke rumah. Sekitar jam17.30 aku baru sampai di rumah, sambil bercengkerama dengan si bontot yang masih TK kecil sesekali aku menikmati hiburan Jejak Petualang. Tiba-tiba ponselku bordering, ada sahabat dari seberang yang mencoba menyapa dan berkelakar via smsnya, aku lirik jam dinding yang ada di buffet atas TV menunjukkan pukul 18.25 bersamaan dengan berakhirnya kumandang Adzan Maghrib. Aku mencoba membalas sms sahabatku tadi. Mendadak tangan kiri saya gemetar hebat serasa tak ada lagi daya dan kekuatan walau hanya sekedar untuk menekan tombol-tombol ponsel, seketika itu aku mencoba beranjak dari tempat duduk dan kedua kakikupun mengalami hal yang sama, gemetar dan rasanya tak kuasa lagi aku untuk berdiri; badanku terasa lemas, lunglai dan tenagapun mendadak luruh serasa hilang dari jasad ini. Ya Tuhanku baru pertama kali ini aku mengalami hal yang serpeti ini, badan sama sekali luruh, lunglai tiada berdaya. Kalau memang Engkau harus mengambil nyawaku sekarang aku sudah siap untuk menghadap Engkau Ya Illahi Robbi.. begitu sikap pasrah yang muncul dari dalam sanubariku tanpa bisa aku bendung.

Aku mencoba untuk tenang sambil duduk kembali di kursi, sempat terlontar kata-kata kepada isteriku yang pada waktu itu lagi berada di dapur mengambilkan makanan untuk si kecil yang berada disampingku, "Bu, kenapa tubuhku kok mendadak lemas dan serasa lunglai seperti ini?" isteriku sambil menoleh tanpa mengucapkan sepatah katapun dengan asyiknya mengambilkan lauk pauk buat si kecil dan, saat itupun aku merasa bahwa aku akan meninggal barang kali.

Dengan langkah gontai yang aku paksakan, aku mencoba ke kamar untuk mengambil handuk dan langsung ngeloyor dan merambat dinding menuju kamar mandi yang kebetulan letaknya bersebelahan dengan kamar tidur untuk mengambil wudhlu. Saat dalam kondisi ketiada berdayaan ini akupun sudah merasa yakin bahwa hidupku memang sudah dalam hitungan menit, detik saja sepertinya. Aku mencoba menguatkan untuk berdiri mengayunkan tangan sebisa-bisanya bertakbir pada sang Khaliq melaksanakan shalat Maghrib. Rakaat demi rakaat terlampaui dengan kondisi gerakan yang serba tak menentu, tapi biarlah yang penting aku masih diberikan kesempatan untuk melakukan sesuatu yang aku bisa dan mampu untuk menjalankannya dalam mengingat dan menyebut Asma-Nya.

Usai salam, dengan kepasrahan total aku menyerah kepada-Nya, apapun yang Engkau kehendaki Ya Illahi Robbi aku sudah siap untuk menerima apapun peristiwa yang terjadi padaku, aku sadar dalam ketiada berdayaan ini, ternyata hanya Engkaulah yang Maha Gagah dan Perkasa untuk berbuat sesuatu terhadap semua ciptaan-Mu, sementara aku kini dalam keadaan luruh, lemas dan lunglai tiada berdaya kecuali yang aku bisa
hanya menyebut-nyebut kebesaran Asma-Mu yang Maha Suci dan Maha Agung. Dalam duduk Tawarruk akupun lanjutkan mengheningkan DIRI dalam balutan Asma-Nya seperti kebiasaanku selama ini hingga tibanya waktu Isa yang selalu aku lazimkan.

Mendadak aku terjaga kembali dari keheningan dan kepasrahan antara hidup dan matiku atas Kuasa-Nya, karena si kecil rupanya telah membangunkan aku sekitar pukul 20.30 wita. Rupa-rupanya sudah 2 jam aku telah berada dalam kondisi entah apa namanya yang jelas aku merasa lenyap dalam KETIADAAN RASA.

Langsung saja aku peluk erat si kecil dan rupanya memang aku tidak bermimpi sepertinya dan… Duh Gusti Kang Murbeng Dumadi, ternyata aku masih Engkau berikan kesempatan untuk bisa menghirup nafas kehidupan. Aku tidak jadi meninggal seperti yang aku bayangkan sebelumnya padahal saat itu aku telah menyerahkan hidup dan matiku dengan Pasrah, Ikhlas dan Ridho kepada-Mu jika itu yang memang harus terjadi menimpaku.
Tapi, rupanya Engkau telah menentukan dan memilihkan jalan lain untukku. Sungguh Engkau memang sama sekali tidak bisa dijangkau oleh sang PIKIRAN.
Engkau Jauh tetapi tak ada Jarak dan Engkaupun Dekat, tetapi tak bisa diraih.

Engkaulah Yang ADA tetapi sejatinya TIADA dan........
Engkaulah Yang TIADA tapi sejatinya ADA.


Salam

Kariyan
dari Padepokan Borneo Timur

21 November 2007

TANGGALKAN TEROMPAHMU


Mencermati judul diatas, sejenak pikiran kita akan mencoba menerawang kembali kepada sebuah kisah tentang sejarah perjalanan Nabi Musa ketika menerima “ Wahyu “ dari Tuhan Pencipta langit dan bumi di Lembah Thuwa.

Menelisik sejarah perjalanan rohani Nabi Musa yang telah berguru kepada Nabi Syueb yang tak lain adalah mertuanya sendiri selama kurun waktu sekitar 10 tahun. Pengabdian total kepada sang Guru Nabi Syueb yang diwujudkan dalam bentuk mengembalakan domba-domba mertuanya selama kurang lebih 40 tahun merupakan perjalanan spiritual dengan meluruhkan sifat “ EGO “ dihadapan sang Guru Nabi Syueb. Hilang sudah segala sifat yang dimiliki Musa pada fase “ FANA dalam DIRI “.
Dalam perjalanan mengembala domba-domba, Musa beserta keluarganya sampai di Gunung Sinai dan melihat Api yang menyala di gunung itu, maka Musa ingin mencari sumber api itu untuk menghangatkan tubuh keluarganya yang sedang kedinginan. Dalam bahasa Al Quran api disebut dengan kata “ NAR “ yang ternyata api itu tidaklah membakar semak-semak berduri. Tanpa mempermasalahkan sebutan tentang api yang menyala yang seolah membakar semak berduri. Saya mencoba memahaminya nyala api itu sebagai “ CAHAYA “ alias Nur. Jadi yang Nampak oleh Musa pada saat melihat api itu hanyalah CAHAYA… Makanya, ketika Musa secara kasad mata melihat bahwa semak berduri itu tidaklah terbakar oleh nyala api fisikal.
Saat Musa mendekati nyala api itu semakin dekat, Musa mendengarkan suara dibalik api itu sebagaimana telah dijelaskan dalam sebuah teks book Kitab Suci QS. Thaahaa. 11 – 14 :

“ Maka ketika ia datang ketempat api itu ia dipanggil : “ Hai Musa “. Sesungguhnya Aku ini adalah Tuhanmu, maka tanggalkanlah kedua terompahmu,
sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci, Thuwa. Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan. Sesungguhnya Akumini adalah Allah, tiada Tuhan selain Aku, maka mengabdilah ( sembahlah ) Aku, dan dirikanlah shalat untuk berdzikir ( mengingat ) kepada Aku “.

Setelah cahaya itu diperhatikan dengan seksama dengan penuh kesadaran DIRI, ada perintah yang diterima Musa ialah menanggalkan “ kedua Terompah “ atau alas kakinya. Apa makna yang tersirat dari yang tersurat tentang terompah disini…??. Jika yang dimaksud terompah adalah berupa alas kaki yang sebenarnya dalam bentuk dan wujud fisik ( materi ), maka sebenarnya tak ada alasan lagi untuk dilepaskan. Bukankah pada saat itu telah disebutkan bahwa Musa telah berada di lembah Suci Thuwa..?.
Artinya, Terompah itu mau dilepaskan atau tidak toh tetap saja Musa dan Terompahnya tetap berada di tempat yang Suci..ya..nggak..ya nggak…!!.
Dari rangkaian 4 ayat di atas, sebenarnya telah dijelaskan bahwa Terompah itu dilepaskan karena Tuhan telah memilih Musa agar dapat mendengarkan apa-apa yang diwahyukan Tuhan kepada Musa. Terompah macam apa sih kok bisa menghalangi suara Tuhan jika Terompah tersebut tetap dipakai oleh Musa…?. Bukankah Musa telah mendengarkan perintah Tuhan pada panggilan yang pertama kalinya yang pada saat itu Musa masih memakai Terompahnya…?.

Mari kita cermati, pikirkan dan renungkan bersama-sama….!!
Kita perhatikan sekali lagi, perintah bahwa Terompah harus dilepaskan agar Musa dapat mendengarkan apa-apa yang diwahyukan oleh Tuhan kepadanya. Apa hubungannya sepasang Terompah dengan Wahyu Tuhan yang akan disampaikan kepada Musa…?.
Berbagai penafsiran dalam memahami ayat ini, banyak para sufi ingin tahu makna dibalik menanggalkan Terompah. Ada yang memahaminya Terompah itu sebagai wujud “ HARTA BENDA, Keluarga “ atau segala bentuk wujud fisik dan materi lainnya. Bukankah keluarga dan domba-dombanya telah ditinggalkan pada saat Musa menghampiri nyala api di lembah Thuwa…?. Dan, Bukankah Musa pada saat itu juga masih memakai baju dan tongkat yang menyertainya…?.
Jika perintah untuk melepaskan sepasang Terompah kita pahami sebatas wujud benda fisik dan meteri, rasanya kok belum pas yah…
Lalu apa sebenarnya makna yang bisa dipahami untuk mendekati ketepatan yang tersirat…?.
Bagaimana kalau perintah untuk melepaskan sepasang Terompah tadi kita maknai sebagai wujud “ KEBERADAAN yang FANA ….? “ yakni menanggalkan segala bentuk ke-AKUAN yang ada dalam DIRI Musa baik itu berupa AKAL PIKIRAN dan NALURI. Yah…FANA merupakan suatu keadaan seseorang yang sudah tidak lagi menginginkan “ HASRAT “ keutamaan keindahan, gemerlapnya dunia dan kenikmatan di akhirat.
Seseorang yang sudah berhenti pada stasiun FANA telah berada pada fase kondisi dan keadaan “ Lebur dan Lenyap dalam KEHAMPAAN “ yang ada hanyalah Allah sang Raabul Alamin. Untuk mencapai FANA ini, seseorang haruslah MENGOSONGKAN DIRINYA dari segala macam bentuk ke-AKUAN ( sepasang Terompah ) yang melekat dijasad fisiknya, yaitu MENGOSONGKAN HATI ( batin ) dari berbagai hasrat KEINGINAN LAHIRIAH dan MENGOSONGKAN PIKIRAN daripada khayalan dan lamunan serta impian yang tak terkendali dalam meraih perhiasan duniawi sebagai tujuan pokokrus dilakukan Musa, agar sura-suara Tuhan tadi dapat diterima dengan KEKOSONGAN HATI dan PIKIRAN dari hasrat dan ilusi yang digambarkan dalam bentuk “ KIASAN “ sebagai wujud sepasang Terompah.

Hati yang suci dan pikiran yang bersih, merupakan cerminan bagi Sang ILLAHI. Hanya dalam hati yang suci dan pikiran yang bersihlah QALAM Illahi akan dapt terukir dan terekam dengan sejelas-jelasnya. Dalam keadaan seperti itu segala kehendak-Nya akan dapat terbaca dan didengar jika kita telah melepaskan Terompah kita yang berupa “ Pengosongan HATI dan PIKIRAN “ agar Firman, sabda atau wahyu Tuhan yang disampaikan kepada kita.

Fana dalam penyatuan DIRI dengan Allah itu hanya berhasrat kepada-Nya, tidak perduli lagi dengan gemerlap dan keindahan duniawi dan akhirat. Pada tahapan ini seorang pejalan spiritual ( rohani ) akan melepaskan “ KESADARANNYA “ terhadap keadaan Fana. Ia akan melepaskan KETERIKATANNYA dengan Fana. Yang pada akhirnya terbebaskan dari tingkatan dan maqam Fana menuju pencapaian keadaan “ PENIADAAN atas KETIADAAN “ yang ADA hanyalah DIA Yang Maha Mutlaq, Dial ah Tuhan Al Haq. Fana dalam kehampaan, dan tiada lagi suatu apapun yang berdiri tegak disamping-Nya, yang ADA hanyalah Wajah Yang Maha Suci dan tiada lagi yang KEKAL ABADI selain Wajahnya Yang Maha Mulia dalam balutan Wujud Dzat-NYA.

17 November 2007

KU BERSIMPUH BERMUNAJAD SEORANG DIRI


Duh…Gusti Kang Hakaryo Jagad…

Perlihatkanlah padaku dalam Engkau membolak-balikkan hatiku dan saksikanlah padaku dalam Engkau mencurahkan asuhan, dan wujudkanlah daku dengan-MU dikala Engkau memperlihatkan, sehingga jangan menjadi atasku selain-MU itu berupa
“ Ketuhanan Hukum, Kependetaan Ilmu dan bahkan Makna Nama “ sekalipun.

Duh…Gusti Kang Hakaryo Jagad…
Engkau Maha Mengetahui terhadap diriku, untuk apa daku Engkau ciptakan…??
Engkau Maha Mengetahui tentang panggilan-panggilan diriku, untuk apa Engkau jadikan daku…?
Engkaulah Ya…Maulaya nan Maha Kaya dan tidak memerlukan daku, bagaimana engkau memperlakukan daku sedangkan Engkaulah Tuhanku.
Engkau Maha Penyayang dari segala penyayang, bagaimana Engkau membolak-balikkan daku…?.

Duh…Gusti Kang Hakaryo Jagad…

Gusarkalah daku dari segala sesuatu yang membuatku jinak terhadap kenikmatan-kenikmatan-MU, tunjukilah daku dalam semua kenikmatan-MU wajah-wajah para pengenal-pengenal-MU.
Pimpinlah daku dalam MAKRIFAT-MU dengan Ilmu-ilmu ketuhanan-MU, dan perlihatkanlah padaku “ Nur Cahaya-MU “ dengan bimbingan petunjuk-MU.

Duh…Gusti Kang Hakaryo Jagad…

Telah berkuasa dan Mulia sifat-sifat-MU atas huruf, abjad, kata, kalimat dan lafadz para pengucap, dan telah meninggi “ Dzikir-dzikir “ Taqdis-MU atas pikiran-pikiran para pendiam, maka tiadalah makhluk-makhluk yang dapat mentasbihkan-MU melainkan tasbih-MU jua yang lebih besar.
Tiadalah terjangkau “ HAYAL “ untuk memuja dan memuji-Mu melainka pujian-MU jua yang lebih Agung.

Duh…Gusti Kang Hakaryo Jagad…

Telah surut dan luruh kembali segala makrifat-makrifat dihadapan Makrifat-MU dengan keheran-heranan, dan kembalilah segala penglihatan-penglihatan hati dihadapan keindahan dan ke Agungan-MU dengan keletihan dan kepayahan.

Duh…Gusti Kang Hakaryo Jagad…

Aku berlindung dengan-MU daripada mengetahui suatu Ilmu melainkan demi pada-MU, menginginkan suatu Ilmu kecuali demi untuk-MU, melakukan suatu amal melainkan demimuntuk wajah-MU dan menuju suatu jurusan kecuali demi dalam KETAATAN pada-MU.

Duh…Gusti Kang Hakaryo Jagad…

Sungguh aku berlindung dengan-MU daripada berusaha, kecuali dalam mengharap keridhaan-MU.
Sungguh aku berlindung dengan-MU dikala aku membolak-balikkan hati diatas kesadaran gundah gulanaku, kecuali dengan rasa penuh cintaku pada-MU.
Sungguh aku berlindung dengan-MU dikala nanar mataku menatap nyata yang ada, kecuali untuk melihat Ayat-ayat-MU.
Sungguh aku berlindung dengan-MU daripada mengarahkan telingaku, melainkan hanya untuk menyimak segala Peringatan-MU.

Duh…Gusti Kang Hakaryo Jagad…

Sungguh aku berlindung dengan-MU daripada menggunakan pikiran, kecuali dalam meninggikan Asma, Sifat dan Af’al-MU.
Sungguh aku berlindung dengan-MU daripada melaksanakan suatu kemauan keras, kecuali
Di jalan lurus lorong-lorong-MU.
Sungguh aku berlindung dengan-MU ketika kuberbagi pada sesama, kecuali
Karena wujud syukurku dalam hak-MU.

Sungguh aku berlindung dengan-MU saat kupasrahkan kembali jiwaku, kecuali demi keinginan tuk manunggal dalam Zat-MU.

Duh…Gusti Kang Hakaryo Jagad…
Engkau Maha mengetahui akan ilmu ( SYARIAT ) dari segala sumber, tetapi SEJATINYA SYARIAT itu tidaklah dapat mengetahui-MU.
Engkau Maha mengetahui akan THAREKAT yang terjal dan berliku, tetapi SEJATINYA
THAREKAT itu tiadalah dapat menjangkau-MU.
Engkau Maha mengetahui akan HAKIKAT dari segala keberadaan dan kenyataan, tetapi SEJATINYA HAKIKAT itu takkan dapat pula menjumpai-MU.
Dan Engkau Maha mengenal akan MAKRIFAT, tetapi SEJATINYA MAKRIFAT itu tiadalah juga dapat mengenal-MU.

Duh…Gusti Kang Hakaryo Jagad…

Sesungguhnya Syariat, Tharekat, Hakikat dan Makrifat telah “ LEBUR dan LENYAP “ Fana dalam kehampaan, dan tiada lagi suatu apapun yang berdiri tegak disamping-MU, yang ADA hanyalah Wajah Yang Maha Suci dan tiada lagi yang KEKAL ABADI selain Wajahnya Yang Maha Mulia dalam balutan Sang Wujud Dzat-NYA.

Duh…Gusti Kang Hakaryo Jagad…

Engkau bukti dari seluruh segala pembuktian-pembuktian-MU, dan Engkaulah penerang atas segala penerang-penerang-MU serta seluruh Ayat-ayat-MU yang telah nyata nampak terhampar dan bertebaran di muka bumi ini sebagai “ TANDA-TANDA “ semua kejadian.

08 November 2007

DAJJAL itu ada di Dalam DIRI-ku..DIRI-mu dan DIRI-kita


Oleh : Kariyan

Sore itu ketika aku berdialog dengan seseorang yang bernama Mas P. tentang isu-isu beredarnya kabar burung adanya seseorang yang tinggal di India bernama Sathya SAI BABA yang diidentikkan dengan keberadaan pemunculan sang “ DAJJAL “ perusak tatanan kehidupan umat manusia di muka bumi ini. Sebagai orang yang sangat awam malah cenderung “ KUPER “ saya mencoba memahami kata DAJJAL yang entah dari mana asal muasalnya dan siapa yang telah memberikan sebutan itu, bagi saya tidaklah menjadi penting. Dalam segala keterbatasan yang saya miliki, saya mencoba memaknai DAJJAL merupakan sosok atau keberadaan suatu kepribadian SISI GELAP atau sifat BURUK yang ada dalam DIRI manusia. Sedangkan Isa yang konon sebagai KESATRIA yang memerangi sang DAJJAL, saya pahami sebagai SISI TERANG atau sifat KEBAIKAN yang juga ada dalam DIRI setiap manusia.

Kenapa saya memberikan analog dan mencoba memahami dari suatu keberadaan “ sisi BURUK dan KEBAIKAN…?”, karena saya tidak ingin terjebak dalam pemahaman yang terkosentrasi kepada wujud JASAD, FISIK dan MATERI yang seolah-olah Dajjal sebagai orang buruk rupa, tubuhnya pendek, kakinya timpang ( pengkor ) dan berambut kribo seperti yang dijelentrekkan dalam buku-buku cerita, sedangkan Isa digambarkan sebagai sosok Nabi Isa yang telah terlahir kembali ke Bumi untuk memerangi Dajjal demi keselamatan Umat Manusia di Bumi ini.

Jika kita mau mencoba mencermati, mengamati dan menganalisa bebagai kejadian seperti belakangan ini, sekarang ini… di Bumi Pertiwi ini, seluruh sendi-sendi kehidupan umat manusia sudah dipenuhi sang DAJJAL-DAJJAL yang sudah menyelinap di berbagai kisi-kisi kehidupan. Mulai yang di Legislatif, Yudikatif, DPR sampai aparat paling bawah tak terkecuali dengan masyarakatnya ( hik...termasuk orang seperti saya juga yang berada di dalamnya ) merupakan PENGEJAHWANTAHAN dari keberadaan DAJJAL itu sendiri dan ini sama sekali TIDAK ada keterkaitannya dengan label formalitas AGAMA. Karena DAJJAL juga sudah ada dalam maupun di luar SISTEM AGAMA itu sendiri....!!. Hanya orang-orang yang JUJUR pada DIRI SENDIRI...orang yang menjadi DIRINYA SENDIRI...orang yang MENGENAL DIRINYALAH yang sanggup MEMERANGI dan MENGALAHKAN sang DAJJAL....!! Karena orang yang telah mengenal DIRINYA merupakan pancaran sisi KEBAIKAN yang memiliki KEPRIBADIAN LUHUR. DAJJAL itu sama dengan " EGO, NAFSU " ketamakan dan kerakusan tidak terkendali yang terbungkus dalam berbagai KEPENTINGAN baik kepentingan pribadi maupun kepentingan golongan atau kelompok.

Akan sangat lucu jika kita TERJEBAK dan TERPERANGKAP bahwa DAJJAL kita maknai berupa sosok WUJUD MANUSIA....
Kenapa...?? yah...seperti apa nanti kenyataan dan kejadiannya DAJJAL berkelahi dengan ISA...Akan banyak timbul pertanyaan seperti ini...Dimanakah Nabi Isa turunnya nanti...?? dimana berkelahinya...??? Pakai senjata atau PUKUL-PUKULAN...??? Kali-kali kayak WESTERLING gituh banting-bantingan atau adu jotos pakai SARUNG TINJU...wah repot deh..., cape’ deh ....!!" karena menurut cerita-cerita dibukupun kan tidak dijelas secara gamblang...dan itupun merupakan hasil dari akal-akalan pikiran manusia juga yang kesemuanya serba RELATIF kebenarannya. Hik...lah wong sekarang ini saja ada yang mencoba mengatakan dan percaya akan adanya NABI/RASUL BARU harus diuber-uber “ petinggi Agama “ kok, apatah lagi jika suatu saat nanti ada seseorang yang nekad MENGIKRARKAN dirinya sebagai Nabi ISA turun dari langit yang terlahir kembali di Bumi untuk memerang sang DAJJAL....lah..lah...apa gak digebukin kayak maling Ayam oleh para santri-santri bergamis.

Rasanya dengan memahami akan keberadaan DAJJAL dan Isa Al Masih sebagai suatu kepribadian BAIK dan BURUK yang terlahir bersama FITRAH yang ada dalam DIRI-KU, DIRI-MU dan DIRI-KITA sendiri akan menjadikan kita untuk terus menjadi manuasia yang selalu AWAS, WASPADA dan selalu MAWAS DIRI dengan tak henti-hentinya melakukan INSTROPEKSI DIRI untuk melihat segala bentuk KEKOTORAN yang selama ini melekat di hati kita.

Dari sinilah akan menimbulkan kebijaksanaan kepada kita, bahwa segala bentuk peristiwa yang terjadi di hamparan Jagad Raya ini merupakan KODRAD dan IRODAH Tuhan pencipta Alam Semesta.

Salam

Kariyan
dari Padepokan Borneo Timur

05 November 2007

IBADAH KEPADA SANG KHALIQ


Jika kita mendengan kata “ ibadah “ maka yang tertangkap oleh pikiran kita adalah sebuah tindakan ritual formal agama. Kalau ada seseorang yang tidak melaksanakan ritual formal secepat kilat orang akan menilai bahwa orang itu tidak “ beribadah “. Jangan heran kalau jaman sekarang ini trelah menjamur formalitas dalam kehidupan. Kita takut difonis kafir, murtad maka, rajinlah kita pergi berbondong-bondong menuju sebuah tempat ibadah hanya untuk melaksanakan perintah. Baik itu perintah yang bersumber dari Hadis ataupu teks book Kitab Suci. Tetapi kezaliman dalam bentuk perbuatan keji dan mungkar, korupsi, kolusi dan saling curiga terhadap orang/agama lain tetap berlenggang kangkung alias jalan terus. Atmosfir yang berkembang belakangan di negeri ini, telah mengisyaratkan bahwa dalam menganut sebuah agama ( kepercayaan ), suatu kelompok/golongan tertentu dengan jumlah umat yang besar mencoba memaksakan kehendaknya kepada yang lain dengan mengutamakan “ KESATUAN “ dari pada “ PERSATUAN “. Adanya indikasi pergeseran perilaku untuk memaksakan “ KESERAGAMAN “ daripada “ KEBERAGAMAN “ dalam menjalankan agama atau kepercayaan kelompok/golongan telah menguatkan pendapat dan pemahaman saya pribadi selama ini, bahwa bangsa ini dalam menjalankan “ IBADAH dan BERAGAMA “ perlahan tapi pasti telah menjadi suatu kelompok/golongan masyarakat yang “ HEDONISME “ alias MEMPERTURUTKAN HAWA NAFSUNYA , ketimbang mengedepankan SIKAP saling mengormati dan saling menghargai antar sesama pemeluk agama ( kepercayaan ). Akibatnya bisa kita lihat sadar atau tidak, mau jujur atau tidak kegiatan ritual agama hanyalah merupakan kegiatan FORMALITAS dan SEREMONIAL yang KOSONG dari MAKNA…

Bukan “ Inti saripati “ Ibadah yang subur, melainkan sebuah
“ Ibadah Upacara …!!”.

Ibadah Shalat

Shalat berfungsi untuk manghasilkan zikir ( ingat ) kepada Tuhan. Bila kita sudah bisa berzikir, maka setiap langkah perbuatan kita pasti didahului oleh zikir kepada Tuhan agar kita dapat melangkah dan bertindak dengan benar dalam hidup ini. Setiap selesai berbuat atau melakukan sesuatu kita lantunkan zikir memuji kepada-Nya seperti ungkapan hati Alkhamdulillah. Jadi, setiap perbuatan atau tindakan selalu diawali dan diakhiri dengan zikir. Hal ini dimaksudkan agar langkah kita tetap berada jalan yang lurus yaitu jalan kebenaran. Shalat itu sendiri mempunyai tujuan untuk mencegah perbuatan keji dan mungkar jika pelaksanaannya betul-betul membuahkan hasil yaitu dalam setiap perbuatannya selalu mengingat Tuhan. Seseorang dikatakan terbebas dari perbuatan dan tindakan keji bila ia sudah tidak lagi melakukan perbuatan memalukan.

Tidak lagi melakukan perbuatan menjijikkan. Ia bebas dari perbuatan dan tindakan mungkar bila ia tidak melakukan pelanggaran terhadap hukum yang berlaku. Adanya perintah yang bunyinya demikian “ sholatlah kalian seperti sholat yang Aku lakukan ( contohkan ) “. Secara kasad mata sangat mudah sekali kita meniru-niru gerakan sholat yang dilakukan Nabi, karena anak kecil saja akan mudah menirunya, namun apakah kita tahu apa yang bersembunyi dibalik “ Aku “ nya Nabi yang sesungguhnya....?. Kita melakukan ibadah sholat karena meniru Nabi secara FISIK mulai dari gerakan-garakannya dan bacaan-bacaan sholat tapi ESENSI dari ibadah sholat yang sesungguhnya “ untuk mencegah perbuatan keji dan mungkar “ menjadi BIAS dan KABUR. Karena perilaku peniruan yang dilakukan bersifat “ kuantitas “ bukan peneladanan yang “ berkualitas “.

Hal Inilah terkadang malahan kita abaikan dalam setiap melaksanakan ibadah shalat substansi atau esensi daripada shalat sendiri menjadi sering hilang dari ingatan dan tujuan kita. Ibadah shalat yang kita lakukan hanyalah sebuah RITUAL keagamaan yang sasaran utamanya adalah akarena adanya iming-iming “ PAHALA dan jaminan tiket untuk MASUK SURGA “ bagi yang melaksanakannya. Jika kita mau mencoba menelisik secara mendasar tentang shalat, sebenarnya terkandung suatu makna yang memposisikan diri kita sangatlah kecil, kotor dan penuh kesalahan, maka pada awal mula didahului dengan “ Takbir “ yang secara implisit mengandung kesadaran diri adanya “ PERNYATAAN dan IKRAR “ bahwa Tuhanlah yang Maha Besar dan Maha segala-galanya sementara kita-kita ini hanyalah makhluk ( hamba ) yang sangat kecil dan tiada berdaya. Pada pertengahan shalat ada kesadaran untuk PASRAH, kita memasrahkan diri kita kepada sang Khaliq dengan ungkapan bahwa, Inna Shalati, wa nusuki, wa mahyaya, wa mamati lillahi robbil alamin “. Kepasrahan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah adanya bentuk aksi dan tindakan melakukan perbuatan dalam wujud karya nyata, jadi kita memang dituntut untuk AKTIF dalam segala bidang mengisi kehidupan ini yang kesemuanya hanya karena Tuhan semesta alam, bukan kepasrahan dalam bentuk PASIF yang hanya semata-mata menjalankan perintah shalat hanya untuk keinginan dan kepentingan pribadi kita berupa harapan untuk mendapatkan PAHALA dan SURGA nantinya.

Jika demikian yang kita pahami, rendah betul kwalitas kita sebagai manusia yang telah mendapatkan amanah sebagai “ KAHALIFAH “ di muka bumi ini. Andai saja kita menyadari akan peran kita sebagai Khalifah di bumi ini. Apa sih tugas dan funsinya….?. Mari kita renungkan bersama-sama kalimat pada akhir shalat ditutup dengan sebuah perintah “ Keselamatan, Rahmad dan Berkah “ untuk siapakah sebenarnya perintah salam ini…??. Untuk diri kita pribadikah atau untuk orang lain…??. Jelas sekali bahwa perintah tersebut adalah untuk kedua-duanya. Kita manusia dituntut untuk menjadi bagian dari alam semesta ini yang merupakan hubungan sebuah “ EKOSISTEM “ bahwa antara yang satu dengan yang lainnya harus saling MENGUNTUNGKAN ( memelihara ) dan jangan sampai saling MERUGIKAN ( merusak ).

Ibadah shalat, ternyata menyadarkan kepada kita untuk menjadi bagian dari alam ini untuk saling MELAYANI satu sama lain. Jadi PENETRASI dari ibadah shalat sebenarnya adalah merupakan “ PESAN MORAL dalam bentuk PENGORBANAN “ yang tertuang ada pada akhir shalat yah…SALAM itu sendiri yang harus dilakukan oleh manusia untuk memberikan KESELAMATAN, RAHMAD dan BERKAH kepada sesama makhluk ciptaan-Nya.
Kebanyakan dari kita dalam mengerjakan ibadah shalat karena TIDAK LEBIH dari hal-hal sebagai berikut :

1. Karena perintah Kitab Suci, inilah yang dinamakan IBADAHNYA BUDAK.

2. Karena mengharapkan PAHAlA dan SURGA, inilah yang dinamakan IBADAH DAGANG.

3. Karena ketakutan masuk NERAKA, inilah yang dinamakan IBADAH KETAKUTAN.

Yang pada akhirnya kegiatan ritual keagamaan ( ibadah shalat ) yang kita laksanakan hanyalah berupa kegiatan rutinitas, formalitas dan seremonial yang wujudnya “ kosong dari makna “.

Ibadah Puasa

Puasa merupakan upaya untuk mengekang segala keinginan kita yang tak terkendali, baik yang melalui fisik maupun psikis. Tidak makan dan minum serta bersetubuh dalam waktu tertentu dimaksudkan untuk mengendalikan keinginan kita yang berlebihan. Dalam puasa hati kita harus dibersihkan dari berbagai kotoran batin seperti kekesalan, kekecewaan, dendam, iri hati, kebencian dan segala ucapan yang sia-sia. Puasa juga berfungsi untuk meredam segala keinginan yang bersifat “ batiniah “.Kembali pada masalah PUASA, hakikat puasa adalah KEJUJURAN dari si pelaku puasa itu sendiri. Tulus tampa pamrih adalah wujud kejujuran seseorang. Orang yang jujur adalah orang yang BERANI MEMBUKA TOPENG dirinya sendiri, orang yang berani MAWAS diri, bukan sekedar memperelok diri tetapi BERANI MELIHAT segala KEKOTORAN yang melekat di HATINYA.

Tujuan puasa adalah “ menjadi orang yang BERTAQWA. Orang yang senantiasa menjaga dirinya pada jalan yang benar. Orang yang senantiasa mengawasi dirinya sendiri. Orang yang berani membuka kedoknya sendiri. Orang yang mampu mengendalikan EGONYA.

Puasa adalah sarana untuk menahan HAWA NAFSU. Hasil puasa yang benar adalah menjalani kehidupan dengan tenang, tidak emosional. Dalam pengetian puasa tercakup juga upaya-upaya untuk menahan hawa nafsu dalam hidup sehari-hari. Usaha untuk mewujudkan perilaku yang MAKRUF dalam kehidupan.

Jadi prinsipnya Puasa itu sangat baik bila mana dilakukan dengan TULUS. IKHLAS dan dengan penuh KEPASRAHAN. Apapun namanya tidaklah menjadi penting. Mau dinamakan puasa Romadhan, puasa senin kamis, puasa nabi Daud, puasa mutih sekalipun bila tujuannya adalah untuk PERBAIKAN DIRI kenapa tidak…?. Puasa dengan tujuan mengendalikan emosi dan hawa nafsu, jika diumpamakan laut, deru ombak mereda. Airnya tenang dan jernih. Ika yang berseliweran di dalamnya tampak jelas. Hati dan pikiran yang tenang bisa membuat DOA yang dipanjatkan TERKOSENTRASI. Kata-kata yang ada dalam kalimat TERESAPI. Daya dari pengucapan doa bangkit dan doa menjadi nyata, maka datanglah rezeki dari arah yang tak disangka-sangka.

Jadi tolok ukur puasa adalah bukan pada pelaksanaan puasanya melainkan bagaimana hasil dari LAKU puasa itu sendiri.

Ibadah Zakat

Zakat pun dimaksudkan untuk menghilangkan sifat kekikiran. Dengan berzakat, pikiran kita dilatih untuk memperhatikan kepentingan dan kebutuhan orang lain. Dengan berzakat, kita dilatih untuk mengurangi keinginan kita dan menolong orang lain yang berada dalam kepapaan. Tentu saja, zakat di alam modern ini haruslah dikelola secara profesional hingga dihasilkan manfaat yang lebih besar. Zakat jangan hanya dipahami sebagai bentuk pengeluaran atas sebagian harta kekayaan yang kita miliki selama satu tahun telah sampai pada batas nisabnya. He..he..sangat lucu sekali jika kita masih memahaminya demikian, kita memberikan pajak uang kok harus menunggu satu tahun lagi. Lalu bagaimana dengan saudara-saudara kita yang kelihatan dimata kita sedang kelaparan dan kesusahan…??. Menolong orang untuk bisa mendapatkan pekerjaan, menolong orang yang lagi mengalami kekurangan, mengajak orang untuk bekerja disawah, di lading kita, lalu mereka-mereka mendapatkan bagian hasil dari jerih payahnya, inilah yang dinamakan ZAKAT…!!. Jika kita mau betul-betul menghayati adanya perintah ZAKAT dalam teks book Kitab Suci, besaran ukuran prosentase sebesar 2,5 % dari harta yang kita miliki, yah jelas-jelas tidak ada dalam teks book Kitab Suci. Model prosentase ZAKAT yang dikenalkan dan dipraktekkan oleh Nabi dengan tujuan untuk memberikan solusi perekonomian yang disesuaikan dengan situasi, kondisi dan kultur budaya di Timur Tengah pada saat itu.
Sebagai contoh kecil saja di Negara kita ini, para petani yang nota bene selalu dalam posisi serba sulit dan susah diakal-akali oleh tengkulak harus dikenakan pajak 5 % yang lebih berat dari pada jasa perdagangan yang hanya 2,5 %. Padahal faktanya 2,5 % akan serasa kecil sekali bagi mereka-mereka yang berprofesi sebagai Konsultan, Dokter, Pariwisata, Infotainment semacam raja “ LAP TOP “ si Tukul Arwana atau para artis-artis di negeri ini. Bahkan bila kita melihat adanya system pajak sekarang ini, potongan pajak dari hasil kerja ( gaji ) mulai sebesar 10 % hingga 30 %, maka makna ZAKAT pada kondisi sekarang ini menjadi KEDALUWARSA kan…??.

He..he..pasti anda akan bertanya, lah, PAJAK dan ZAKAT kan beda…??. Lantas apa juga bedanya Sedekah, Infaq dan ZAKAT…??. Hemm..hemm.. itu kan hanya SIMBOL-SIMBOL hanya masalah cara dan aturannya saja yang bikin beda….lagian itu semua kan hasil AKAL-AKALAN PIKIRAN manusia, padahal intinya sama-sama mengeluarkan uang, PENGORBANAN materi…untuk membantu sesama..!!. Dan, seharusnya tanpa ada lagi ikatan apapun dalam pelaksanaannya.

Namun kenyataannya sekarang ini, banyak tempat-tempat ibadah yang secara tidak sadar sudah membuat BIAS dan KABUR dalam mengelola ZAKAT yang telah diberikan pemberi ZAKAT dengan aturan-aturan dan POLA-POLA tertentu, misalkan saja dalam bentuk SIMPAN PINJAM dari hasil uang zakat yang sudah terkumpul MILYARAN rupiah dalam bentuk SALDO.

Padahal semestinya uang tersebut haruslah tersalurkan langsung pada yang berhak untuk menerimanya, baik itu kepada anak yatim piatu, para fakir miskin maupun kaum du’afa bisa dalam bentuk biaya pendidikan, modal usaha ( bukan pinjaman ) bagi yang masih produktif dan bentuk bantuan langsung berupa sandang pangan bagi yang sudah tidak lagi produktif.

Zakat merupakan wujud karya nyata manusia dalam pengabdian kepada Tuhan semesta alam, yaitu mengabdi dalam artian melayani Tuhan…!!. Melayani Tuhan itu wujudnya yah…harus melayani sesama makhluk dengan bentuk pengorbanan MORIL dan MATERIIL tanpa PAMRIH lagi…!!. Yah, semata-mata karena mengharap ridho sang Illahi Robbi dan merupakan kosekwensi logis sebagai Wakil-NYA di bumi ini.

Ibadah haji

Berhaji ke Mekah pun dimaksudkan untuk menjadi manusia yang hidup “ sosialistik dan egaliter “, hidup setara dan sederajad terhadap sesama. Dengan berhaji kita dilatih untuk membangkitkan rasa solidaritas dengan orang-orang fakir dan miskin. Kita dilatih untuk menghargai kehidupan, mengupayakan perdamaian dan menjauhkan diri dari pertikaian. Haji merupakan olah spiritual untuk mencapai kayakinan hidup yang hak, yaitu berani dan sanggup mati dalam kebenaran, serta sabar dan ikhlas menjalani hidup di dunia ini. Apa artinya berani dan sanggup mati dalam kebenaran...?. Ialah keberanian dan sanggup memilih jalan yang benar. Berani dan sanggup untuk hidup “ bersahaja dan bersih “ dari segala perbuatan yang tercela dan mungkar. Hati bebas dari kedengkian, dendam, kikir, dan tamak. Untuk membebaskan hati dan pikiran dari kotoran, diperlukan kesabaran. Sabar memiliki makna adanya daya juang dan tidak mudah menyerah dalam upaya mencapai tujuan. Dengan kata lain tegar dalam perjuangan hidup yang benar. Dlam kesabaran terdapat usaha untuk menjaga keharmonisan hidup yang benar. Tidak mau menang sendiri dan tidak mau menyerobot hak orang lain. Mempertahan dan memperjuangkan hak hidup tanpa harus mengorbankan orang lain.

Dalam ibadah haji, semua bentuk usaha menciptakan keberanian dan kesanggupan untuk mati serta sabar, diwujudkan dalam simbol-simbol pada pelaksanaan haji tersebut. Kesanggupan hidup bersahaja dilambangkan dengan memakai baju “ Ihram “ yang sangat sederhana, yaitu pakaian putih tanpa jahitan. Ihtiar manusia untuk mempertahankan hak hidupnya dilambangkan dengan “ SA’I “ berjalan kaki dan lari kecil bagi laki-laki ( jalan cepat bagi kaum perempuan ) bolak-balik sampai 7 kali dari bukit “ Shafa “ ke bukit “ Marwah “. Tujuan manusia mencapai titik spiritual dalam kehidupan ini dilambangkan dengan “ Thawaf “, mengelilingi Ka’bah dari arah kanan ke kiri sebanyak 7 kali. Upaya untuk menjaga keharmonisan alam dilambangkan dengan adanya “ Larangan “ dalam masa ihram yang berupa larangan menebang pohon, mempermainkan atau membunuh binatang, memotong kuku, melakukan hubungan suami isteri atau becumbu sekalipun, berbicara kotor, bertengkar dan mencaci maki. Tujuan haji adalah “ IKHLAS “ dalam setiap berbuat dan bertindak.Hidup ikhlas adalah hidup yang tidak terkontaminasi nafsu baik itu berupa berebut kekuasaan, harta dan kelezatan hidup di dunia.

Oleh karena itu haji dinyatakan sebagai sarana penyempurnaan keislaman seseorang dan hanya orang-orang yang mampu saja yang diwajibkan melaksanakannya.

Jadi apa yang disebut sebagai “ rukun Islam “ sebenarnya merupakan sarana untuk melatih diri untuk tetap berjalan lurus dengan dasar lillahi ta’ala dan agar selalu mengingat Tuhan ( shalat ), mengendalikan keinginan mengumbar syahwat dan pengendalian diri dari sifat ketamakan dan kerakusan ( puasa ), berani berkorban materi untuk membantu orang lain ( zakat ) serta menerapkan hidup apa adanya juhud dan fakir dengan hidup berharta benda namun tidak merasa memiliki ( haji ).

Namun bila ibadah-ibadah tersebut hanya ditunaikan untuk memenuhi
“ formalitas “ belaka dan hanya untuk “ kebanggaan “, maka hal tersebut hanya akan berakibat menjauhkan diri
kita dari kebenaran.
Bukan
“ keselamatan, berkah dan rahmat “ bagi kepentingan bersama yang dihasilkan, melainkan sebuah PETAKA yang tidak kunjung berhenti.
Bukan “ Haq “ yang didekati, melainkan
kebatilan hati yang mempengaruhi sang akal pikiran kita.

Salam

Kariyan dari Padepokan Borneo Timur

Bumi Pertiwi-ku Berbisik


Hai Bocah Angon... BANGUNLAH dari PERSEMBUNYIANMU..!!
Sesungguhnya kamu semua diutus oleh Tuhan semesta alam untuk melestarikan negeri dan bangsamu…

Ketahuilah…
Ada beberapa orang di bumi Pertiwi ini yang mengaku beriman kepada Tuhan langit dan bumi, tapi sesungguhnya mereka INGKAR dan MUNAFIK….
Mereka hendak MENIPU Tuhan langit dan bumi dengan sandiwara mereka… Mereka hendak MEMBODOHI Tuhan langit dan bumi dengan dalil-dalil Hadis dan Kitab Suci....
Tapi sesunguhnya mereka telah MENIPU dan MEMBODOHI DIRINYA SENDIRI…

Mereka hendak berlindung dibalik PREDIKAT AGAMA mereka...... Mereka hendak bersembunyi dengan GELAR AKADEMIS mereka..... Mereka mengaku ORANG-ORANG PINTAR dan MODERN.... Tapi sayang… mereka TIDAK SADAR….
Dalam HATI dan JIWA mereka begitu MEREMEHKAN RAKYAT negerimu…. Dan dengan PANGKATNYA, JABATANNYA, PREDIKATNYA dan KEPINTARANNYA......
Mereka hendak MENIPU-mu dan MENGUTIL HARTA negerimu….

Di hati mereka ada SEGUMPAL DARAH yang KOTOR dan PENYAKIT....
Dan itu karena KEINGKARAN mereka...... Maka Tuhan langit dan bumi bermaksud untuk menambah penyakit itu…
Mereka sering MENDUSTAI AGAMA dan rakyat negerimu… Dan mereka telah MENJUAL MURAH ayat-ayat Tuhan semesta alam demi isi PERUTNYA..... Maka telah disiapkan kehidupan yang menyiksa DIRINYA untuk mereka… Baik dalam kehidupan di dunia, maupun setelah kematian mereka…

Jika kamu menasihati mereka agar tidak membuat kerusakan di negerimu... Maka mereka akan menyangkal semua nasihatmu… dan mereka mengatakan bahwa mereka sedang mengadakan perbaikan-perbaikan di atas negerimu…
Tapi semua perbaikan yang mereka lakukan hanya membuat negerimu semakin CARUT MARUT dan PORAK PORANDA dari berbagai BENCANA yang tiada henti….

Mereka begitu keterlaluan… mereka itulah… yang mengaku sedang membuat perbaikan dengan KEPANDAIAN dan KEPINTARAN dengan ILMU mereka… Sebenarnya merekalayang telah membuat kerusakan… Hanya saja MEREKA TIDAK SEGERA SADAR…. Mereka mengadakan perbaikan hanya dengan KEPANDAIAN AKAL PIKIRAN mereka…Sementara di hati mereka tersembunyi NIAT-NIAT yang TAK TERKENDALI… MEREKA TIDAK SADAR…SUNGGUH MEREKA TELAH LUPA JATI DIRINYA..... Mereka telah MELUPAKAN TUHAN langit dan bumi....

Hai Bocah Angon... BANGUNLAH dari PERSEMBUNYIANMU..!! Sesungguhnya kamu semua diutus oleh Tuhan semesta alam untuk melestarikan negeri dan bangsamu…

Apabila kamu mengajak mereka untuk kembali kepada Tuhan langit dan bumi, maka mereka akan membantahmu… Karena pendaian mereka, Mereka memandang remeh orang-orang yang taat pada Tuhan langit dan bumi…
Mereka menganggap hanya orang bodoh yang mau percaya adanya Tuhan langit dan bumi…

Ingatlah.... mereka sesungguhnya BUTA, PEKAK dan TULI…
Yang mereka BURU dan KEJAR hanya kehidupan DUNIA MATERI saja…
Mereka tidak perduli dengan kehidupan setelah kematian mereka...... Sehingga mereka lalai untuk mempersiapkan bekal kematian mereka…

Dan ada sebagian mereka yang BERMANIS MUKA…
Apabila bertemu dengan orang yang baik-baik, maka mereka mengaku sebagai orang baik….
Tetapi manakala mereka kembali kepada kelompoknya……
Mereka mengatakan : “KAMI SEPENDIRIAN DENGANMU…. Sambil berkata, sesungguhnya tadi kami hanya bercanda saja…”

Kelak Tuhan langit dan bumi ini akan membalas semua olok-olok mereka… dan membiarkan mereka terombang-ambing dalam KEGELAPAN dan KESESATAN yang NYATA.

Hai Bocah Angon... BANGUNLAH dari PERSEMBUNYIANMU..!! Sesungguhnya kamu semua diutus oleh Tuhan semesta alam untuk melestarikan negeri dan bangsamu…

Catatan :

Bocah Angon = Manusia Sejati.
Manusia yang berjalan diatas KEMANDIRIAN, HAK, KODRAT dan FITRAHnya.
Manusia Sejati tidak terpengaruh oleh BAHAGIA, DUKA dan NESTAPA...
Manusia Sejati hanya ingin berbuat atas dasar TIDAK MERUGIKAN orang lain dan DIRINYA sendiri....
Manusia Sejati akan terus melanggengkan KEBAIKAN dan KEBAJIKAN di muka Bumi ini
Yang dilakukan semata-mata ingin mewujudkan ” Hamemayu Hayuning Bawono ” sebagai Khalifah di muka Bumi ini dengan landasan sikap PASRAH dan IKHLAS semata-mata hanya mengharap ” Ridhlo-NYA ”.

Manusia sejati, merupakan sosok manusia yang memiliki konsep KETUHANAN dan BERKEADILAN bagi bangsa dan negeri yang DIPIMPINNYA....!!.


Salam

Kariyan

dari Padepokan Borneo Timur